BIOLOGI ITU OBAT

Biologi juga mendukung ditemukannya obat-obatan yang diperlukan manusia. Farmasi juga membantu memahami bagaimana reaksi manusia dalam memahami reaksi tubuh terhadap bahan kimiawi tertentu yang ada dalam obat. Riset tentang ketersediaan obat yang tepat untuk penyakit tertentu merupakan perkembangan dunia Farmasi dikaitkan dengan ilmu biologi. Farmasi juga sangat membantu dalam mempelajari biological engineering untuk produksi senyawa-senyawa tertentu seperti antibiotik dan insulin..

BIOLOGI ITU DOKTER

Teknologi bidang kedokteran saat ini berkembang pesat. Adanya transplatasi organ tubuh manusia (ginjal, jantung, mata, hati, dan lainnya) mulai berkembang di abad 20. Teknologi keberhasilan implatansi bayi tabung memudahkan penerusan keturunan dengan cara in vitro (dalam tabung). Belum lagi penanganan penyakit-penyakit yang sebelumnya tidak bisa diatasi seperti kanker, AIDS, autis dan penyakit degenratif seperti diabetes, kini mulai tertangani dengan kemajuan teknologi di bidang Kedokteran dan Farmasi..

BIOLOGI ITU ENERGI

Hadirnya biogas dengan memanfaatkan kotoran sapi dan hewan lainnya merupakan contoh nyata limbah hewan bisa dijadikan alternatif untuk pengganti energi. Biogas bisa dipakai untuk memasak di pedesaan dan penerangan. Penemuan bio-diesel dan minyak jarak sebagai alternatif bahan bakar fosil untuk otomotif cukup memberikan angin segar.

BIOLOGI ITU SEHAT

Biologi mendukung bidang kesehatan seperti pemahaman tentang struktur tubuh manusia, histologi (ilmu jaringan), anatomi (ilmu letak tubuh), fisiologis (ilmu tentang faal tubuh), ilmu tentang kondisi abnormal tubuh (patologi) dan lainnya. Riset dan penemuan antibiotik dari jamur penicillium merupakan salah satu fakta peranan biologi dalam dunia kesehatan. Termasuk banyak ditemukannya vaksin-vaksin (vaksin flu burung, rabies, penyakit mulut dan kuku, vaksin cacar, vaksin Polio, dan lainnya) untuk vaksinasi menghadapi meledaknya (outbreak) penyakit.

BIOLOGI ITU KULINER

Biologi bisa dikembangkan dalam ilmu kuliner, yaitu ilmu yang berkaitan dengan olah cita rasa dan olah masakan. Hal ini terkait dengan pemanfaatan bahan nabati dan bahan protein hewani sebagai bahan dasar masakan, dan racikan bumbu sebagai bahan penyedap rasa.

Rabu, 23 Oktober 2024

PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN


 "TeacinTeaching kids to count is fine but teaching them what counts is best)" - Bob Talbert. Maksud dari petikan tulisan ini bahwa mengajarkan murid untuk mendapatkan suatu hasil benar itu penting, namun mengajari cara / proses mereka dalam memperoleh hasil yang benar itu jauh lebih penting sebab dalam proses tersebut murid diajarkan suatu nilai-nilai etika/kebajikan seperti kejujuran, menghargai, percaya diri dan nilai kebajikan universal lainnya yang akan membuat mereka memiliki karakter / soft skill yang kuat. Menurut saya soft skill yang dibutuhkan anak di era sekarang adalah keberanian, rasa percaya diri, cara berkomunikasi, keterampilan sosial serta kecerdasan emosional. Sebagai pemimpin pembelajaran kita harus mengedepankan etika sebagai dasar dalam pengambilan keputusan karena bersumber dari nilai-nilai kebajikan universal. Selain itu, keputusan yang kita ambil haruslah berpihak pada murid dan harus bisa dipertanggungjawabkan.
    Terdapat tiga prinsip yang kita anut dalam pengambilan keputusan yaitu berpikir berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), berpikir berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking), dan berpikir berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking). Penggunaan prinsip-prinsip tersebut dalam pengambilan keputusan disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi, keputusan tetap akan memiliki konsekuensi yang mengikutinya. Pada akhirnya kita perlu mengingat kembali hendaknya setiap keputusan yang kita ambil didasarkan pada rasa penuh tanggung jawab, nilai-nilai kebajikan universal, serta berpihak pada murid. Sebagai seorang pemimpin pembelajaran sudah pasti akan menghadapi situasi dimana situasi tersebut memiliki dampak yang sama-sama benar. Ini akan menjadi dilema tersendiri bagi kita. Namun demikian sebagai seorang pemimpin pembelajaran hendaknya kita dapat menghadapi situasi tersebut dengan hati yang tenang dan kepala yang dingin, sehingga kita dapat menganalisa situasi tersebut dengan tepat. Sebagai pemimpin pembelajaran selayaknya kita memberikan contoh yang baik dalam mengatasi berbagai macam situasi, memberikan bimbingan kepada warga sekolah yang sedang menghadapi situasi dengan menggunakan paradigma, prinsip dan langkah pengembilan keptusan kaitannya dengan dilema etika.
    "Education is the art of making man ethical" - Georg Wilhelm Friedrich Hegel. Kutipan ini mengandung makna bahwa sebagai seorang pemimpin pembelajaran hendaknya bukan hanya tampilan akademik saja yang di poles pada murid kita, namun jauh dari itu tampilan karekter/soft skill murid kita jauh lebih utama (etiket yang unggul) sebab dengan demikian mereka akan menjadi tangguh dalam menghadapi warna-warni dari kehidupan mereka dan dapat mengantarkan mereka dalam keselamatan dan kebahagiaan hidupnya. Hal ini akan terwujud jika kita sebagai seorang pemimpin pembelajaran selalu menerapkan pengambilan keptusan terhadap situasi dilema yang selalu didasarkan pada keberpihakan pada murid, mengandung nilai kebajikan dan dapat dipertanggungjawabkan.
    Ki Hadjar Dewantara dengan prinsip Trilokanya mengatakan "Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani"Ing Ngarso Sung Tuladha mengandung makna bahwa Sebagai pemimpin pembelajaran hendaknya kita bisa memberikan teladan dan contoh akan keputusan yang bijak,menjadi teladan yang patut ditiru oleh murid. Ing Madya Mangun Karsa mengandung arti bahwa Sebagai Pemimpin Pembelajaran dalam mengambil keputusan hendaknya yang menguntungkan murid, meningkatkan semangat dan kemampuan murid dalam proses pembelajaran sehingga mereka dapat mengoptimalkan potensi akademik dan potensi karakter murid. Tut Wuri Handayani artinya bahwa Sebagai Pemimpin Pembelajaran hendaknya dalam mengambil keputusan dapat mampu mempengaruhi dan mendorong semangat meningkatkan kualitas agar selalu menjadi lebih baik.
    Guru sebagai pemimpin pembelajaran harus memiliki nilai-nilai positif yang mampu menciptakan pembelajaran yang berpihak pada murid seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, serta berpihak pada murid. Nilai-nilai tersebut akan mempengaruhi dalam pengambilan keputusan sesuai dengan situasi yang dihadapi dengan mempertimbangkan 3 prinsip dalam pengambilan keputusan yaitu berpihak pada murid, mengandung nilai-nilai kebajikan dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam pengambilan keputusan memiliki hubungan erat dengan kegiatan coaching. Pada proses coaching kita membantu coachee dalam menentukan atau mengambil keputusan. Keputusan yang diperoleh hendaknya dapat berpihak pada murid, mengandung nilai - nilai etika dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam pembelajaran pengambilan keputusan ini kita diberikan panduan tentang 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengujiaan keputusan.
    Kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosional sangatlah penting terutama dalam mengelola kasus dilema etika. Guru yang memiliki kemampuan dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan memiliki kesadaran diri untuk memahami perasaan, emosi dan nilai diri senidiri, memiliki manajemen diri sehingga mampu mengelola emosi dan perilaku, memiliki kasadaran sosial sehingga mampu memahami sudut pandang dan dapat berempati dengan orang lain, memiliki keterampilan berelasi sehingga dapat berkomunikasi dengan lebih efektif, dan dapat mengambil keputusan yang bertanggungJawab. Masalah yang terkait dilema etika akan diselesaikan dengan kepala dingin dan hati yang tenang, sehingga pengambilan keputusan dapat memberikan kebijakan yang sama - sama dapat diterima.         Seorang pemimpin pembelajaran ketika dihadapkan dengan situasi yang fokus terhadap masalah moral dan etika, baik secara sadar atau pun tidak akan terpengaruh oleh nilai-nilai yang dianutnya. Keputusan yang diambil akan semakin akurat dan menjadi keputusan yang dapat mengakomodir kebutuhan murid dan menciptakan keselamatan dan kebahagian semua pihak berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan kebajikan.
Pengambilan keputusan yang tepat, tentunya akan berdampak positif pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Pengambilan keputusan yang tepat harus dilakukan dengan cara yang tepat pula. Pengambilan keputusan harus didasarkan pada keberpihakan terhadap murid, mengandung nilai - nilai kebajikan dan dapat dipertanggungjawabkan. Jika seorang pemimpin pembelajaran mampu mengambil keputusan atas situasi yang dihadapinya dengan mempertimbangkan dasar, paradigma, prinsip dan langkah pengambilan keputusan yang tepat, maka hal ini akan berdampak pada terciptanya lingkungan belajar yang positif, kondusif anam dan nyaman untuk tempat belajar murid. Tantangan yang sering dihadapi dalam pengambilan keputusan terhadap situasi yang sifatnya dilemma etika adalah perasaan tidak enak dalam diri  terhadap orang lain dengan keputusan yang diambil. Oleh karenanya menerapkan dasar, paradigma, prinsip dan langkah pengembilan keputusan dapat membuat kita merasa semakin percaya diri dalam mengambil suatu putusan terhadap situasi dilema yang dihadapi. Pengaruh pengambilan keputusan yang diambil dengan pengajaran memerdekakan murid adalah terciptanya merdeka belajar. Maksudnya adalah dengan pengambilan keputusan yang menggunakan dasar, paradigma, prinsip dan langkah pengambilan keputusan, seorang pemimpin pembelajaran dapat memilih pendekatan, model dan strategi pembelajaran yang memerdekakan murid dalam proses belajarnya sesuai dengan kesiapan belajar, minat dan gaya belajarnya sehingga mereka dapat menumbuhkembangkan potensi yang dimilikinya. Keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin pembelajaran hendaknya harus membawa dampak positif bagi kehidupan dan masa depan murid, baik jangka panjang maupun pendek bagi murid. Oleh karena itu dalam pengambilan keputusan terhadap situasi yang dihadapi hendaknya selalu berpedoman pada keberpihakan terhadap murid, mengandung nilai kebajikan dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian murid akan selalu merasa terlindungi dan percaya diri dalam aktivitas belajarnya sehingga mereka mampu menumbuhkembangkan potensinya tanpa adanya suatu tekanan ataupun dilema.

Sumber materi lain : 
Konsep Pengambilan dan Pengujian Keputusan    Lihat
Empat Paradigma Dilema Etika                             Lihat
Video Pemahaman 3 Prinsip Dilema Etika            Lihat

Minggu, 25 Agustus 2024

PENTINGNYA BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH


PENTINGNYA BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH

Oleh Saeful Muhdorotul Anwar
Calon Guru Penggerak Angkatan 11
Kabupaten Situbondo


        Menurut Ki Hadjar Dewantara, Pendidikan merupakan proses menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia, maupun anggota masyarakat. Untuk dapat menciptakan keselamatan dan kebahagiaan murid hendaknya seorang guru memiliki kemampuan dalam menciptakan budaya positif di sekolah. Budaya Positif merupakan suatu keadaan dimana seluruh ekosistem sekolah dapat menjalankan konsep - konsep Disiplin Positif sehingga murid dapat belajar dengan nyaman dan aman sehingga mereka dapat menumbuhkembangkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya. Konsep - konsep disiplin positif mencakup Posisi Kontrol Diri, Motivasi Perilaku Manusia, Kebutuhan Dasar Manusia, Posisi Kontrol Guru, Keyakinan Kelas dan Segitiga Restitusi. 
        Sebagai seorang guru, Kata Disiplin sudah sering kita dengar di kegiatan sekolah. Disiplin sering kita maknai sebagai aturan yang harus dilakukan oleh seluruh warga sekolah termasuk murid agar mereka patuh terhadap aturan yang telah dibuat dan kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan. Kata Disiplin berasal dari bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya belajar. Ki Hadjar Dewantara memaknai disiplin sebagai self discipline yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya untuk mengatur diri kita. Artinya bahwa setiap perilaku yang kita lakukan merupakan buah dari keniatan diri sendiri bukan hasil dorongan orang lain. Disiplin diri membuat orang menggali potensinya menuju sebuah tujuan,apa yang dia hargai.
        Selama ini kita sebagai seorang guru beranggapan bahwa kita harus mendisiplinkan murid kita agar mereka memiliki perilaku yang sesuai dengan apa yang kita harapkan. Jika dikaitkan dengan teori kontrol yang dikembangkan oleh Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline itu hanyalah merupakan ilusi. Guru tidak dapat mengontrol perilaku murid namun hanya muridlah yang mampu mengontrol dirinya sendiri terhadap perilaku yang dilakukannya karena adanya dorongan dari dalam dirinya sendiri (motivasi internal). Gossen membagi motivasi perilaku manusia menjadi tiga yaitu:
1) Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman,
2) Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain,
3) Untuk menjadi orang yang mereka inginkan sesuai dengan nilai-nilai yang diyakini.
Patut kita sadari bersama bahwa ketika murid kita melakukan perilaku yang tidak sesuai dengan harapan kita, kita seringkali memberikan hukuman ataupun imbalan kepada murid kita agar mereka bisa patuh terhadap aturan yang sudah dibuat. Tindakan pendisiplinan dengan melakukan hukuman atau pemberian imbalan ini bisa dikatakan sebagai pemberian dorongan atau motivasi dari luar (motivasi eksternal). Pemberian motivasi eksternal kepada murid biasanya bersifat sementara atau tidak bertahan lama. Barangkali dengan pemberian hukuman atau pemberian imbalan murid kita bisa patuh terhadap apa yang kita harapkan, namun Perlu kita sadari kepatuhan yang ditunjukkan oleh murid kita tersebut hanya bersifat sementara dan bahkan dapat diulangi kembali sehingga Hal ini justru tidak dapat mengubah karakter murid menjadi lebih kuat.
         Pada dasarnya perilaku murid yang tidak sesuai dengan harapan kita (guru) bukan berarti mereka tidak patuh akan tetapi didasari atas adanya tujuan untuk memenuhi kebutuhan. Ketika murid kita memperlihatkan perilaku yang dianggap menyimpang oleh kita sesungguhnya mereka sedang memenuhi kebutuhan diri yang belum terpenuhi, artinya bahwa kesalahan yang dilakukan oleh murid kita pasti memiliki alasan. Menurut teori kontrol bahwa ketika seseorang melakukan pelanggaran itu semata-mata mereka sedang memenuhi kebutuhan dasar yang mereka belum miliki. Ada lima Kebutuhan dasar Manusia yaitu:
1) Kebutuhan bertahan hidup
2) Kebutuhan mendapatkan Kasih sayang dan rasa ingin diterima
3) Kebutuhan penguasaan
4) Kebutuhan kebebasan
5) Kebutuhan bertahan hidup
Glasser menyatakan bahwa kapasitas kapasitas untuk berubah ada di dalam diri kita. Jika kita dapat mengidentifikasi kebutuhan apa yang mendorong perilaku kita, Maka perubahan perilaku positif dapat dicari dengan mencapai solusi untuk memenuhi kebutuhan tertentu dengan cara yang positif. 
        Ketika seorang guru sudah memahami Hal di atas, rasa-rasanya tidak akan melakukan hukuman atau memberikan imbalan (pemberian motivasi eksternal) terhadap murid yang melakukan kesalahan, namun guru tersebut akan melakukan komunikasi yang baik dengan murid agar murid dapat menjadi orang yang mereka inginkan sesuai dengan nilai-nilai yang diyakini (pemberian motivasi internal). Pemberian motivasi internal tidak bersifat sementara tetapi dapat berjangka lama serta mampu membuat karakter positif siswa menjadi semakin kuat. Hal ini sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang telah disampaikan pada alenia sebelumnya bahwa disiplin kepada murid adalah disiplin diri (self discipline), karena hanya diri muridlah yang mampu mengontrol dirinya sendiri bukan kita (guru) ataupun orang lain. Jika murid belum bisa mengontrol dirinya untuk melakukan perubahan positif, menurut Ki Hadjar Dewantara kita boleh menerapkan disiplin kepada murid hanya saja kita harus memberikan situasi yang merdeka bukan keterpaksaan. Dengan kata lain murid sendirilah yang berinisiatif menginginkan adanya perubahan positif pada dirinya untuk menaati keyakinan yang mereka miliki mengenai nilai - nilai kebajikan universal.
        Dalam mewujudkan murid agar selalu menjalankan nilai-nilai kebajikan universal seorang guru harus memahami lima posisi kontrol guru dalam menangani murid yang melakukan kesalahan, lima posisi kontrol tersebut yaitu:
1) Guru sebagai Penghukum
2) Guru sebagai Pembuat Rasa Bersalah
3) Guru sebagai Teman
4) Guru sebagai Pemantau
5) Guru sebagai Manajer
Agar dapat mewujudkan murid yang memiliki keyakinan nilai-nilai kebajikan universal hendaknya seorang guru memposisikan dirinya sebagai manajer. Keyakinan nilai-nilai kebajikan universal dapat dibuat oleh guru bersama siswa didalam kelas dan biasa dinamakan sebagai keyakinan kelas. Nilai-nilai yang diyakini, akan membuat seseorang memiliki motivasi internal. Dengan begitu, murid tidak akan sekedar menjalankan peraturan, melainkan yakin bahwa apa yang dilakukannya adalah benar untuk keselamatan dan kebahagiaan hidupnya. Keyakinan kelas hendaknya di bentuk dari peraturan yang bersifat konkret, menggunakan kalimat positif, tidak terlalu banyak serta mudah dipahami oleh murid sehingga dengan demikian murid akan mudah untuk menerapkannya.
        Keinginan untuk mewujudkan keyakinan kelas yang berisi nilai-nilai kebajikan akan datang dari murid melalui motivasi internal yang dapat diwujudkan oleh guru ketika guru memposisikan dirinya sebagai manajer. Posisi manajer akan membuat guru tidak langsung menghukum muridnya jika murid tersebut melakukan kesalahan namun posisi ini dapat membuat guru lebih bersikap bijakasana jika menangani murid yang bermasalah. Pada posisi Manajer, guru akan mengembalikan tanggung jawab pada murid untuk mencari jalan keluar permasalahannya, tentu dengan bimbingan guru. Pada posisi ini guru akan menggunakan restitusi, restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat. Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka ingin menjadi (tujuan mulia), dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Gossen; 2004). Di dalam posisi ini, sikap guru ketika menangani murid yang melakukan kesalahan tidak langsung menghukum atau menghakimi, namun diawali dengan sikap memahami tindakan murid bahwa ketika murid bersalah itu biasa karena memang setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan (Menstabilkan Identias). Setelah menstabilkan identitas guru juga mencoba memahami alasan atau kebutuhan dasar apa yang ingin dipenuhi murid dengan perilakunya tersebut (Validasi Tindakan yang salah). Langkah selanjutnya murid diingatkan tentang keyakinan kelas yang sudah dibuat dan disepakati yang dilakukan dengan mengajukan pertanyaan tentang bagaimana seharusnya sikap mereka menurut keyakinan kelas yang jawabannya datang dari diri murid sendiri. langkah terakhir adalah mengajukan pertanyaan tentang solusi terbaik apa yang menurut murid tersebut sesuai berdasarkan keyakinan kelas yang sudah dibuat (menanyakan keyakinan). Saat melakukan restitusi seorang manajer tidak bersikap emosional dan merasa bahwa dirinya yang benar sedangkan murid harus mengikuti aturannya. Kegiatan ini seeing dikenal sebagai segitiga restitusi yang dapat dilihat pada gambar berikut.


Implementasi kegiatan segitiga restitusi disekolah.


        Dengan menerapkan budaya positif dapat membuat lingkungan kelas / Sekolah menjadi lebih aman, nyaman dan kondusif.

DAFTAR PUSTAKA
KHD. 1936. Dasar-dasar Pendidikan, Hal 1 Paragraf 5.
Gossen, D. 2004. Restructuring School Discipline.

Selasa, 17 Juli 2018

MEMBANGUN GENERASI EMAS 2045


Generasi Emas? Mungkin dalam benak sebagian besar orang banyak yang bertanya – tanya sebenarnya apa Generasi Emas itu? Sadar atau Tanpa kita sadari Negeri tercinta ini Indonesia akan memasuki Usia satu Abad atau bisa dikatakan Negara Indonesia akan memasuki usia ke seratus tahun pada tahun 2045. Di usianya yang seratus tahun ini kira – kira bagaimana keadaan generasi yang akan mengisi kemerdekaan Indonesia. Mungkin ini pertanyaan sangat sederhana namun sangat perlu kita renungkan dan kita hayati bersama. Sebagai bagian dari kehidupan bangsa Indonesia kita berkewajiban untuk menciptakan dan membangun generasi yang hidup pada era tersebut yang memiliki berbagai kemampuan intelektual, emosional dan spriritual luar biasa yang dapat dimanfaatkan sebagai kemandirian suatu bangsa. Mencapai bangsa yang maju dan mandiri merupakan cita cita luhur yang harus ditanamkan dan dilakukan dengan kerja keras dari segala bidang salah satunya adalah bidang pendidikan.
Proses membangun pendidikan merupakan upaya sadar dari pemerintah, masyarakat, dan keluarga yang harus dilakukan secara koprehensif dan terus menerus dengan tujuan agar mampu tercipta kader kader generasi emas yang tangguh dan produktif yang memiliki intelektual handal dan berjiwa religius. Generasi emas yang produktif merupakan wujud dari manusia yang berkualitas, yang berkembang secara utuh, berperilaku efektif-normatif dan berguna bagi manusia dan lingkungannya terutama kemajuan bangsa dan negara.
Pendidikan sangat berperan penting dalam menciptakan dan membangun generasi emas. Membangun generasi emas harus memperhatikan perkembangan era atau zaman yang sedang dihadapi. Kita tahu indonesia sekarang masuk pada era abad 21, era dimana berbagai macam pekerjaan bisa dilakukan dengan mudah dan cepat dengan menggunakan kemajuan teknologi masa kini. Kemajuan teknologi sangat berpengaruh terhadap perkembangan generasi emas karena kemajuan teknologi memiliki dampak positif dan dampak negatif. Oleh karena itu membangun generasi emas pada era ini harus dibekali dengan keterampilan abad 21. Keterampilan abad 21 yang dibutuhkan  diantaranya, 1) Kualitas Karakter, 2) Literasi Dasar, 3) Kompetensi.
1
      Kualitas Karakter
Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orangyang mengacu pada serangkaian sikap, perilaku, motivasi dan keterampilan sebagai manisfestasi dari nilai, kemampuan kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan. Kualitas karakter memiliki nilai utama yaitu: religius, nasionalis, mandiri, gotong royong dan integritas.
a.       Religius
Mengandung maksud bahwa seseorang harus memiliki sikap dan perilaku patuh/taat dalam menjalankan ajaran agama yang dipeluknya, bersikap toleran, mencintai alam dan selalu menjalin kerukunan hidup antar sesama.
b.      Nasionalisme
Bahwa seseorang harus mampu mengapresisasi, menjaga, mengembangkan kekayaan budaya bangsa sendiri dan mampu mengapresiasi kekayaan budaya bangsa lain sehingga makin memperkuat jati diri bangsa indonesia. Nasionalisme ini juga mengandung makna bahwa seseorang harus memiliki karakter cinta tanah air, semangat kebangsaan, menghargai kebhinekaan, rela berkorban dan taat hukum.
c.       Kemandirian
Bahwa seseorang harus memiliki sikap percaya pada kemampuan, kekuatan, bakat dalam diri sendiri, tidak tergantung pada orang lain. Kemandirian juga mengandung makna seseorang memiki karakter kerja keras (etos kerja), kreatif dan inovatif, disiplin, tahan banting dan harus menjadi pembelajar sepanjang hayat.
d.      Gotong royong
Bahwa seseorang harus memiliki kemampuan bekerjasama untuk memperjuangkan kabaikan bersama bagi masyarakat luas, terutama yang sangat membutuhkan, marginal dan terabaikan di dalam masyarakat. Gotong royong juga mengandung makna seseorang harus memiliki karakter kerjasama, solidaritas, kekeluargaan, aktif dalam gerakan komunitas, berorientasi pada kemaslahatan bersama.
e.      Integritas
Bahwa seseorang harus memiliki kemampuan menyelaraskan pikiran, perkataan dan perbuatan yang mempresentasikan perilaku bermoral yang kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Integritas ini mengandung makna seseorang harus memiliki karakter kejujuran, keteladanan, tanggungjawab, antikorupsi, komitmen moral, cinta pada kebenaran.

2    Literasi Dasar
Literasi merupakan kemampuan seseorang dalam mengakses, memahami dan menggunakan informasi secara cerdas dan menerapkannya dalam kehidupan sehari hari. Keterampilan Literasi abad 21 yang perlu dilatih pada generasi sekarang meliputi literasi baca tulis, literasi berhitung, literasi sains, literasi teknologi informasi dan komunikasi, literasi finansial, literasi budaya dan kewarganegaraan. Dengan demikian harapan terciptanya generasi emas bisa terwujud.

3     Kompetensi
Mengandung makna bahwa seseorang harus memiliki kemampuan memecahkan masalah dengan pemikiran yang cerdas dan efisien. Kompetensi juga mengandung makna bahwa seseorang harus memiliki kemampuan berfikir kritis, kreatif, komnikatif dan kolaboratif. Hal ini dapat terwujud jika dalam pembelajaran selalu menggunakan pendekatan saintific. Pendekatan saintific dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai model pembelajaran diantaranya Kooperatif Learning, Inquary/ Discovery Learning, Project Based Learning dan Problem Based Learning.

Demikian artikel singkat yang bisa saya bagi terutama kepada temen temen guru.  Semoga kita sebagai ujung tombak yang diamanati mampu mencipta dan membangun generasi emas yang tangguh dan bermartabat demi kemajuan dan kemandirian bangsa dan negara Indonesia.

Rabu, 23 Oktober 2024

PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN


 "TeacinTeaching kids to count is fine but teaching them what counts is best)" - Bob Talbert. Maksud dari petikan tulisan ini bahwa mengajarkan murid untuk mendapatkan suatu hasil benar itu penting, namun mengajari cara / proses mereka dalam memperoleh hasil yang benar itu jauh lebih penting sebab dalam proses tersebut murid diajarkan suatu nilai-nilai etika/kebajikan seperti kejujuran, menghargai, percaya diri dan nilai kebajikan universal lainnya yang akan membuat mereka memiliki karakter / soft skill yang kuat. Menurut saya soft skill yang dibutuhkan anak di era sekarang adalah keberanian, rasa percaya diri, cara berkomunikasi, keterampilan sosial serta kecerdasan emosional. Sebagai pemimpin pembelajaran kita harus mengedepankan etika sebagai dasar dalam pengambilan keputusan karena bersumber dari nilai-nilai kebajikan universal. Selain itu, keputusan yang kita ambil haruslah berpihak pada murid dan harus bisa dipertanggungjawabkan.
    Terdapat tiga prinsip yang kita anut dalam pengambilan keputusan yaitu berpikir berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), berpikir berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking), dan berpikir berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking). Penggunaan prinsip-prinsip tersebut dalam pengambilan keputusan disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi, keputusan tetap akan memiliki konsekuensi yang mengikutinya. Pada akhirnya kita perlu mengingat kembali hendaknya setiap keputusan yang kita ambil didasarkan pada rasa penuh tanggung jawab, nilai-nilai kebajikan universal, serta berpihak pada murid. Sebagai seorang pemimpin pembelajaran sudah pasti akan menghadapi situasi dimana situasi tersebut memiliki dampak yang sama-sama benar. Ini akan menjadi dilema tersendiri bagi kita. Namun demikian sebagai seorang pemimpin pembelajaran hendaknya kita dapat menghadapi situasi tersebut dengan hati yang tenang dan kepala yang dingin, sehingga kita dapat menganalisa situasi tersebut dengan tepat. Sebagai pemimpin pembelajaran selayaknya kita memberikan contoh yang baik dalam mengatasi berbagai macam situasi, memberikan bimbingan kepada warga sekolah yang sedang menghadapi situasi dengan menggunakan paradigma, prinsip dan langkah pengembilan keptusan kaitannya dengan dilema etika.
    "Education is the art of making man ethical" - Georg Wilhelm Friedrich Hegel. Kutipan ini mengandung makna bahwa sebagai seorang pemimpin pembelajaran hendaknya bukan hanya tampilan akademik saja yang di poles pada murid kita, namun jauh dari itu tampilan karekter/soft skill murid kita jauh lebih utama (etiket yang unggul) sebab dengan demikian mereka akan menjadi tangguh dalam menghadapi warna-warni dari kehidupan mereka dan dapat mengantarkan mereka dalam keselamatan dan kebahagiaan hidupnya. Hal ini akan terwujud jika kita sebagai seorang pemimpin pembelajaran selalu menerapkan pengambilan keptusan terhadap situasi dilema yang selalu didasarkan pada keberpihakan pada murid, mengandung nilai kebajikan dan dapat dipertanggungjawabkan.
    Ki Hadjar Dewantara dengan prinsip Trilokanya mengatakan "Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani"Ing Ngarso Sung Tuladha mengandung makna bahwa Sebagai pemimpin pembelajaran hendaknya kita bisa memberikan teladan dan contoh akan keputusan yang bijak,menjadi teladan yang patut ditiru oleh murid. Ing Madya Mangun Karsa mengandung arti bahwa Sebagai Pemimpin Pembelajaran dalam mengambil keputusan hendaknya yang menguntungkan murid, meningkatkan semangat dan kemampuan murid dalam proses pembelajaran sehingga mereka dapat mengoptimalkan potensi akademik dan potensi karakter murid. Tut Wuri Handayani artinya bahwa Sebagai Pemimpin Pembelajaran hendaknya dalam mengambil keputusan dapat mampu mempengaruhi dan mendorong semangat meningkatkan kualitas agar selalu menjadi lebih baik.
    Guru sebagai pemimpin pembelajaran harus memiliki nilai-nilai positif yang mampu menciptakan pembelajaran yang berpihak pada murid seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, serta berpihak pada murid. Nilai-nilai tersebut akan mempengaruhi dalam pengambilan keputusan sesuai dengan situasi yang dihadapi dengan mempertimbangkan 3 prinsip dalam pengambilan keputusan yaitu berpihak pada murid, mengandung nilai-nilai kebajikan dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam pengambilan keputusan memiliki hubungan erat dengan kegiatan coaching. Pada proses coaching kita membantu coachee dalam menentukan atau mengambil keputusan. Keputusan yang diperoleh hendaknya dapat berpihak pada murid, mengandung nilai - nilai etika dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam pembelajaran pengambilan keputusan ini kita diberikan panduan tentang 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengujiaan keputusan.
    Kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosional sangatlah penting terutama dalam mengelola kasus dilema etika. Guru yang memiliki kemampuan dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan memiliki kesadaran diri untuk memahami perasaan, emosi dan nilai diri senidiri, memiliki manajemen diri sehingga mampu mengelola emosi dan perilaku, memiliki kasadaran sosial sehingga mampu memahami sudut pandang dan dapat berempati dengan orang lain, memiliki keterampilan berelasi sehingga dapat berkomunikasi dengan lebih efektif, dan dapat mengambil keputusan yang bertanggungJawab. Masalah yang terkait dilema etika akan diselesaikan dengan kepala dingin dan hati yang tenang, sehingga pengambilan keputusan dapat memberikan kebijakan yang sama - sama dapat diterima.         Seorang pemimpin pembelajaran ketika dihadapkan dengan situasi yang fokus terhadap masalah moral dan etika, baik secara sadar atau pun tidak akan terpengaruh oleh nilai-nilai yang dianutnya. Keputusan yang diambil akan semakin akurat dan menjadi keputusan yang dapat mengakomodir kebutuhan murid dan menciptakan keselamatan dan kebahagian semua pihak berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan kebajikan.
Pengambilan keputusan yang tepat, tentunya akan berdampak positif pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Pengambilan keputusan yang tepat harus dilakukan dengan cara yang tepat pula. Pengambilan keputusan harus didasarkan pada keberpihakan terhadap murid, mengandung nilai - nilai kebajikan dan dapat dipertanggungjawabkan. Jika seorang pemimpin pembelajaran mampu mengambil keputusan atas situasi yang dihadapinya dengan mempertimbangkan dasar, paradigma, prinsip dan langkah pengambilan keputusan yang tepat, maka hal ini akan berdampak pada terciptanya lingkungan belajar yang positif, kondusif anam dan nyaman untuk tempat belajar murid. Tantangan yang sering dihadapi dalam pengambilan keputusan terhadap situasi yang sifatnya dilemma etika adalah perasaan tidak enak dalam diri  terhadap orang lain dengan keputusan yang diambil. Oleh karenanya menerapkan dasar, paradigma, prinsip dan langkah pengembilan keputusan dapat membuat kita merasa semakin percaya diri dalam mengambil suatu putusan terhadap situasi dilema yang dihadapi. Pengaruh pengambilan keputusan yang diambil dengan pengajaran memerdekakan murid adalah terciptanya merdeka belajar. Maksudnya adalah dengan pengambilan keputusan yang menggunakan dasar, paradigma, prinsip dan langkah pengambilan keputusan, seorang pemimpin pembelajaran dapat memilih pendekatan, model dan strategi pembelajaran yang memerdekakan murid dalam proses belajarnya sesuai dengan kesiapan belajar, minat dan gaya belajarnya sehingga mereka dapat menumbuhkembangkan potensi yang dimilikinya. Keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin pembelajaran hendaknya harus membawa dampak positif bagi kehidupan dan masa depan murid, baik jangka panjang maupun pendek bagi murid. Oleh karena itu dalam pengambilan keputusan terhadap situasi yang dihadapi hendaknya selalu berpedoman pada keberpihakan terhadap murid, mengandung nilai kebajikan dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian murid akan selalu merasa terlindungi dan percaya diri dalam aktivitas belajarnya sehingga mereka mampu menumbuhkembangkan potensinya tanpa adanya suatu tekanan ataupun dilema.

Sumber materi lain : 
Konsep Pengambilan dan Pengujian Keputusan    Lihat
Empat Paradigma Dilema Etika                             Lihat
Video Pemahaman 3 Prinsip Dilema Etika            Lihat

Minggu, 25 Agustus 2024

PENTINGNYA BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH


PENTINGNYA BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH

Oleh Saeful Muhdorotul Anwar
Calon Guru Penggerak Angkatan 11
Kabupaten Situbondo


        Menurut Ki Hadjar Dewantara, Pendidikan merupakan proses menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia, maupun anggota masyarakat. Untuk dapat menciptakan keselamatan dan kebahagiaan murid hendaknya seorang guru memiliki kemampuan dalam menciptakan budaya positif di sekolah. Budaya Positif merupakan suatu keadaan dimana seluruh ekosistem sekolah dapat menjalankan konsep - konsep Disiplin Positif sehingga murid dapat belajar dengan nyaman dan aman sehingga mereka dapat menumbuhkembangkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya. Konsep - konsep disiplin positif mencakup Posisi Kontrol Diri, Motivasi Perilaku Manusia, Kebutuhan Dasar Manusia, Posisi Kontrol Guru, Keyakinan Kelas dan Segitiga Restitusi. 
        Sebagai seorang guru, Kata Disiplin sudah sering kita dengar di kegiatan sekolah. Disiplin sering kita maknai sebagai aturan yang harus dilakukan oleh seluruh warga sekolah termasuk murid agar mereka patuh terhadap aturan yang telah dibuat dan kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan. Kata Disiplin berasal dari bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya belajar. Ki Hadjar Dewantara memaknai disiplin sebagai self discipline yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya untuk mengatur diri kita. Artinya bahwa setiap perilaku yang kita lakukan merupakan buah dari keniatan diri sendiri bukan hasil dorongan orang lain. Disiplin diri membuat orang menggali potensinya menuju sebuah tujuan,apa yang dia hargai.
        Selama ini kita sebagai seorang guru beranggapan bahwa kita harus mendisiplinkan murid kita agar mereka memiliki perilaku yang sesuai dengan apa yang kita harapkan. Jika dikaitkan dengan teori kontrol yang dikembangkan oleh Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline itu hanyalah merupakan ilusi. Guru tidak dapat mengontrol perilaku murid namun hanya muridlah yang mampu mengontrol dirinya sendiri terhadap perilaku yang dilakukannya karena adanya dorongan dari dalam dirinya sendiri (motivasi internal). Gossen membagi motivasi perilaku manusia menjadi tiga yaitu:
1) Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman,
2) Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain,
3) Untuk menjadi orang yang mereka inginkan sesuai dengan nilai-nilai yang diyakini.
Patut kita sadari bersama bahwa ketika murid kita melakukan perilaku yang tidak sesuai dengan harapan kita, kita seringkali memberikan hukuman ataupun imbalan kepada murid kita agar mereka bisa patuh terhadap aturan yang sudah dibuat. Tindakan pendisiplinan dengan melakukan hukuman atau pemberian imbalan ini bisa dikatakan sebagai pemberian dorongan atau motivasi dari luar (motivasi eksternal). Pemberian motivasi eksternal kepada murid biasanya bersifat sementara atau tidak bertahan lama. Barangkali dengan pemberian hukuman atau pemberian imbalan murid kita bisa patuh terhadap apa yang kita harapkan, namun Perlu kita sadari kepatuhan yang ditunjukkan oleh murid kita tersebut hanya bersifat sementara dan bahkan dapat diulangi kembali sehingga Hal ini justru tidak dapat mengubah karakter murid menjadi lebih kuat.
         Pada dasarnya perilaku murid yang tidak sesuai dengan harapan kita (guru) bukan berarti mereka tidak patuh akan tetapi didasari atas adanya tujuan untuk memenuhi kebutuhan. Ketika murid kita memperlihatkan perilaku yang dianggap menyimpang oleh kita sesungguhnya mereka sedang memenuhi kebutuhan diri yang belum terpenuhi, artinya bahwa kesalahan yang dilakukan oleh murid kita pasti memiliki alasan. Menurut teori kontrol bahwa ketika seseorang melakukan pelanggaran itu semata-mata mereka sedang memenuhi kebutuhan dasar yang mereka belum miliki. Ada lima Kebutuhan dasar Manusia yaitu:
1) Kebutuhan bertahan hidup
2) Kebutuhan mendapatkan Kasih sayang dan rasa ingin diterima
3) Kebutuhan penguasaan
4) Kebutuhan kebebasan
5) Kebutuhan bertahan hidup
Glasser menyatakan bahwa kapasitas kapasitas untuk berubah ada di dalam diri kita. Jika kita dapat mengidentifikasi kebutuhan apa yang mendorong perilaku kita, Maka perubahan perilaku positif dapat dicari dengan mencapai solusi untuk memenuhi kebutuhan tertentu dengan cara yang positif. 
        Ketika seorang guru sudah memahami Hal di atas, rasa-rasanya tidak akan melakukan hukuman atau memberikan imbalan (pemberian motivasi eksternal) terhadap murid yang melakukan kesalahan, namun guru tersebut akan melakukan komunikasi yang baik dengan murid agar murid dapat menjadi orang yang mereka inginkan sesuai dengan nilai-nilai yang diyakini (pemberian motivasi internal). Pemberian motivasi internal tidak bersifat sementara tetapi dapat berjangka lama serta mampu membuat karakter positif siswa menjadi semakin kuat. Hal ini sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang telah disampaikan pada alenia sebelumnya bahwa disiplin kepada murid adalah disiplin diri (self discipline), karena hanya diri muridlah yang mampu mengontrol dirinya sendiri bukan kita (guru) ataupun orang lain. Jika murid belum bisa mengontrol dirinya untuk melakukan perubahan positif, menurut Ki Hadjar Dewantara kita boleh menerapkan disiplin kepada murid hanya saja kita harus memberikan situasi yang merdeka bukan keterpaksaan. Dengan kata lain murid sendirilah yang berinisiatif menginginkan adanya perubahan positif pada dirinya untuk menaati keyakinan yang mereka miliki mengenai nilai - nilai kebajikan universal.
        Dalam mewujudkan murid agar selalu menjalankan nilai-nilai kebajikan universal seorang guru harus memahami lima posisi kontrol guru dalam menangani murid yang melakukan kesalahan, lima posisi kontrol tersebut yaitu:
1) Guru sebagai Penghukum
2) Guru sebagai Pembuat Rasa Bersalah
3) Guru sebagai Teman
4) Guru sebagai Pemantau
5) Guru sebagai Manajer
Agar dapat mewujudkan murid yang memiliki keyakinan nilai-nilai kebajikan universal hendaknya seorang guru memposisikan dirinya sebagai manajer. Keyakinan nilai-nilai kebajikan universal dapat dibuat oleh guru bersama siswa didalam kelas dan biasa dinamakan sebagai keyakinan kelas. Nilai-nilai yang diyakini, akan membuat seseorang memiliki motivasi internal. Dengan begitu, murid tidak akan sekedar menjalankan peraturan, melainkan yakin bahwa apa yang dilakukannya adalah benar untuk keselamatan dan kebahagiaan hidupnya. Keyakinan kelas hendaknya di bentuk dari peraturan yang bersifat konkret, menggunakan kalimat positif, tidak terlalu banyak serta mudah dipahami oleh murid sehingga dengan demikian murid akan mudah untuk menerapkannya.
        Keinginan untuk mewujudkan keyakinan kelas yang berisi nilai-nilai kebajikan akan datang dari murid melalui motivasi internal yang dapat diwujudkan oleh guru ketika guru memposisikan dirinya sebagai manajer. Posisi manajer akan membuat guru tidak langsung menghukum muridnya jika murid tersebut melakukan kesalahan namun posisi ini dapat membuat guru lebih bersikap bijakasana jika menangani murid yang bermasalah. Pada posisi Manajer, guru akan mengembalikan tanggung jawab pada murid untuk mencari jalan keluar permasalahannya, tentu dengan bimbingan guru. Pada posisi ini guru akan menggunakan restitusi, restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat. Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka ingin menjadi (tujuan mulia), dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Gossen; 2004). Di dalam posisi ini, sikap guru ketika menangani murid yang melakukan kesalahan tidak langsung menghukum atau menghakimi, namun diawali dengan sikap memahami tindakan murid bahwa ketika murid bersalah itu biasa karena memang setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan (Menstabilkan Identias). Setelah menstabilkan identitas guru juga mencoba memahami alasan atau kebutuhan dasar apa yang ingin dipenuhi murid dengan perilakunya tersebut (Validasi Tindakan yang salah). Langkah selanjutnya murid diingatkan tentang keyakinan kelas yang sudah dibuat dan disepakati yang dilakukan dengan mengajukan pertanyaan tentang bagaimana seharusnya sikap mereka menurut keyakinan kelas yang jawabannya datang dari diri murid sendiri. langkah terakhir adalah mengajukan pertanyaan tentang solusi terbaik apa yang menurut murid tersebut sesuai berdasarkan keyakinan kelas yang sudah dibuat (menanyakan keyakinan). Saat melakukan restitusi seorang manajer tidak bersikap emosional dan merasa bahwa dirinya yang benar sedangkan murid harus mengikuti aturannya. Kegiatan ini seeing dikenal sebagai segitiga restitusi yang dapat dilihat pada gambar berikut.


Implementasi kegiatan segitiga restitusi disekolah.


        Dengan menerapkan budaya positif dapat membuat lingkungan kelas / Sekolah menjadi lebih aman, nyaman dan kondusif.

DAFTAR PUSTAKA
KHD. 1936. Dasar-dasar Pendidikan, Hal 1 Paragraf 5.
Gossen, D. 2004. Restructuring School Discipline.

Selasa, 17 Juli 2018

MEMBANGUN GENERASI EMAS 2045


Generasi Emas? Mungkin dalam benak sebagian besar orang banyak yang bertanya – tanya sebenarnya apa Generasi Emas itu? Sadar atau Tanpa kita sadari Negeri tercinta ini Indonesia akan memasuki Usia satu Abad atau bisa dikatakan Negara Indonesia akan memasuki usia ke seratus tahun pada tahun 2045. Di usianya yang seratus tahun ini kira – kira bagaimana keadaan generasi yang akan mengisi kemerdekaan Indonesia. Mungkin ini pertanyaan sangat sederhana namun sangat perlu kita renungkan dan kita hayati bersama. Sebagai bagian dari kehidupan bangsa Indonesia kita berkewajiban untuk menciptakan dan membangun generasi yang hidup pada era tersebut yang memiliki berbagai kemampuan intelektual, emosional dan spriritual luar biasa yang dapat dimanfaatkan sebagai kemandirian suatu bangsa. Mencapai bangsa yang maju dan mandiri merupakan cita cita luhur yang harus ditanamkan dan dilakukan dengan kerja keras dari segala bidang salah satunya adalah bidang pendidikan.
Proses membangun pendidikan merupakan upaya sadar dari pemerintah, masyarakat, dan keluarga yang harus dilakukan secara koprehensif dan terus menerus dengan tujuan agar mampu tercipta kader kader generasi emas yang tangguh dan produktif yang memiliki intelektual handal dan berjiwa religius. Generasi emas yang produktif merupakan wujud dari manusia yang berkualitas, yang berkembang secara utuh, berperilaku efektif-normatif dan berguna bagi manusia dan lingkungannya terutama kemajuan bangsa dan negara.
Pendidikan sangat berperan penting dalam menciptakan dan membangun generasi emas. Membangun generasi emas harus memperhatikan perkembangan era atau zaman yang sedang dihadapi. Kita tahu indonesia sekarang masuk pada era abad 21, era dimana berbagai macam pekerjaan bisa dilakukan dengan mudah dan cepat dengan menggunakan kemajuan teknologi masa kini. Kemajuan teknologi sangat berpengaruh terhadap perkembangan generasi emas karena kemajuan teknologi memiliki dampak positif dan dampak negatif. Oleh karena itu membangun generasi emas pada era ini harus dibekali dengan keterampilan abad 21. Keterampilan abad 21 yang dibutuhkan  diantaranya, 1) Kualitas Karakter, 2) Literasi Dasar, 3) Kompetensi.
1
      Kualitas Karakter
Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orangyang mengacu pada serangkaian sikap, perilaku, motivasi dan keterampilan sebagai manisfestasi dari nilai, kemampuan kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan. Kualitas karakter memiliki nilai utama yaitu: religius, nasionalis, mandiri, gotong royong dan integritas.
a.       Religius
Mengandung maksud bahwa seseorang harus memiliki sikap dan perilaku patuh/taat dalam menjalankan ajaran agama yang dipeluknya, bersikap toleran, mencintai alam dan selalu menjalin kerukunan hidup antar sesama.
b.      Nasionalisme
Bahwa seseorang harus mampu mengapresisasi, menjaga, mengembangkan kekayaan budaya bangsa sendiri dan mampu mengapresiasi kekayaan budaya bangsa lain sehingga makin memperkuat jati diri bangsa indonesia. Nasionalisme ini juga mengandung makna bahwa seseorang harus memiliki karakter cinta tanah air, semangat kebangsaan, menghargai kebhinekaan, rela berkorban dan taat hukum.
c.       Kemandirian
Bahwa seseorang harus memiliki sikap percaya pada kemampuan, kekuatan, bakat dalam diri sendiri, tidak tergantung pada orang lain. Kemandirian juga mengandung makna seseorang memiki karakter kerja keras (etos kerja), kreatif dan inovatif, disiplin, tahan banting dan harus menjadi pembelajar sepanjang hayat.
d.      Gotong royong
Bahwa seseorang harus memiliki kemampuan bekerjasama untuk memperjuangkan kabaikan bersama bagi masyarakat luas, terutama yang sangat membutuhkan, marginal dan terabaikan di dalam masyarakat. Gotong royong juga mengandung makna seseorang harus memiliki karakter kerjasama, solidaritas, kekeluargaan, aktif dalam gerakan komunitas, berorientasi pada kemaslahatan bersama.
e.      Integritas
Bahwa seseorang harus memiliki kemampuan menyelaraskan pikiran, perkataan dan perbuatan yang mempresentasikan perilaku bermoral yang kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Integritas ini mengandung makna seseorang harus memiliki karakter kejujuran, keteladanan, tanggungjawab, antikorupsi, komitmen moral, cinta pada kebenaran.

2    Literasi Dasar
Literasi merupakan kemampuan seseorang dalam mengakses, memahami dan menggunakan informasi secara cerdas dan menerapkannya dalam kehidupan sehari hari. Keterampilan Literasi abad 21 yang perlu dilatih pada generasi sekarang meliputi literasi baca tulis, literasi berhitung, literasi sains, literasi teknologi informasi dan komunikasi, literasi finansial, literasi budaya dan kewarganegaraan. Dengan demikian harapan terciptanya generasi emas bisa terwujud.

3     Kompetensi
Mengandung makna bahwa seseorang harus memiliki kemampuan memecahkan masalah dengan pemikiran yang cerdas dan efisien. Kompetensi juga mengandung makna bahwa seseorang harus memiliki kemampuan berfikir kritis, kreatif, komnikatif dan kolaboratif. Hal ini dapat terwujud jika dalam pembelajaran selalu menggunakan pendekatan saintific. Pendekatan saintific dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai model pembelajaran diantaranya Kooperatif Learning, Inquary/ Discovery Learning, Project Based Learning dan Problem Based Learning.

Demikian artikel singkat yang bisa saya bagi terutama kepada temen temen guru.  Semoga kita sebagai ujung tombak yang diamanati mampu mencipta dan membangun generasi emas yang tangguh dan bermartabat demi kemajuan dan kemandirian bangsa dan negara Indonesia.